Oleh Gunawan Trihantoro
Ketua Satupena Blora dan Sekretaris Kreator Era AI Jawa Tengah
Meningkatkan literasi di tengah masyarakat bukan perkara sepele.
Kita berhadapan dengan budaya baca yang lemah dan kebiasaan menulis yang minim.
Namun, tidak mudah bukan berarti tidak mungkin.
Sejarah bangsa membuktikan bahwa perubahan besar kerap dimulai dari satu gagasan kecil yang ditularkan dengan tekun.
Hari ini, tantangan literasi datang dari banyak arah.
Gawai menggoda, tontonan mendominasi, dan informasi kilat menggantikan telaah mendalam.
Di desa dan kota, suara buku kerap kalah dari suara notifikasi.
Tulisan panjang dianggap melelahkan, dan membaca dianggap kuno oleh sebagian kalangan.
Namun, dalam keterbatasan inilah para penebar virus literasi mesti mengambil peran.
Kita harus menjelma menjadi pembawa semangat, penular inspirasi, dan penggugah kesadaran.
Virus literasi bukan wabah yang menakutkan, melainkan energi positif yang menular secara senyap.
Ia menyebar lewat satu buku yang dibaca, satu tulisan yang dibagikan, satu diskusi yang dihidupkan.
Kita tidak perlu menunggu menjadi tokoh besar untuk mulai menebarkannya.
Cukuplah menjadi seseorang yang konsisten membacakan cerita untuk anak, menulis catatan harian, atau mengulas buku sederhana di media sosial.
Bahkan satu unggahan ringkas tentang buku bisa menjadi pemantik rasa ingin tahu.
Satu kalimat reflektif bisa memicu diskusi panjang yang bermakna.
Semakin sering kita menebar virus literasi, semakin besar peluang orang lain untuk “terinfeksi”.
Dan setiap orang yang terjangkit akan menjadi mata rantai penyebaran berikutnya.
Gerakan literasi tidak bisa dibangun dengan ceramah semata.
Ia harus hadir dalam tindakan nyata, dalam bentuk keteladanan.
Kita tidak bisa menyuruh orang membaca jika kita sendiri enggan membuka buku.
Kita tidak bisa mengajak orang menulis jika kita tak pernah menggoreskan pena.
Literasi tidak sekadar kemampuan mengenal huruf dan membaca kata.
Ia mencakup kemampuan berpikir kritis, menyaring informasi, dan mengekspresikan gagasan secara tertulis maupun lisan.
Inilah mengapa virus literasi perlu disebarkan dari rumah, sekolah, tempat ibadah, hingga ruang publik.
Di mana ada manusia dan kata, di situlah literasi layak dihidupkan.
Para orang tua bisa memulai dengan membacakan buku anak sebelum tidur.
Guru bisa memberi ruang menulis bebas di kelas tanpa menuntut nilai sempurna.
Penyuluh agama bisa menanamkan nilai keilmuan melalui kisah hikmah.
Tokoh masyarakat bisa menghidupkan diskusi warung kopi yang mencerdaskan.
Kita pun bisa membuat sudut baca di rumah, komunitas buku di RT, atau lomba menulis antar kampung.
Semua langkah kecil ini, jika dilakukan bersama, akan menciptakan gelombang perubahan.
Peran media sosial sangat strategis dalam menyebarkan virus literasi masa kini.
Melalui platform digital, pesan literasi bisa menjangkau ribuan orang dalam waktu singkat.
Tantangannya adalah menjaga agar konten literasi tidak sekadar hadir, tapi juga menarik dan menyentuh.
Maka penting bagi para pegiat literasi untuk terus berinovasi dalam menyampaikan pesan.
Kreativitas menjadi kunci utama dalam kampanye literasi yang menyenangkan.
Buku bukan hanya untuk dibaca, tapi bisa dijadikan tema vlog, podcast, atau pertunjukan seni.
Semakin literatif masyarakat kita, semakin siap mereka menghadapi tantangan zaman.
Literasi adalah fondasi dari demokrasi, toleransi, dan kemajuan.
Bangsa besar dibentuk oleh rakyat yang mencintai ilmu dan menghargai gagasan.
Dan itu hanya mungkin jika virus literasi telah menjalar ke seluruh nadi kehidupan sosial kita.
Maka, jangan lelah menebar virus literasi, meski respons awal tak selalu menggembirakan.
Karena satu benih kata bisa menjadi hutan pemikiran di masa depan.
Kita mungkin tak langsung melihat hasil dari upaya hari ini.
Namun sejarah akan mencatat mereka yang pernah menyalakan cahaya di tengah kegelapan.
Dalam dunia yang makin bising oleh hoaks dan sensasi, suara literasi harus lebih lantang bergema.
Bukan untuk mengalahkan, tapi untuk menyadarkan dan mencerahkan.
Mari menjadi bagian dari gerakan menebar virus literasi, sekecil apa pun peran kita.
Karena perubahan besar selalu dimulai dari satu langkah sederhana, yang dilakukan dengan cinta dan keyakinan. (*)