Di suatu sore yang dingin, Raka berdiri di tepi jalan setapak yang menuju Alun-alun Garuda di Desa Doplang. Sudah dua tahun ia tinggal di kota besar dan merantau demi mengejar cita-citanya, tetapi kali ini ada alasan kuat yang menariknya kembali ke desa yang damai itu. Ada rindu yang tak tertahankan pada wangi tanah desa, suara angin yang berhembus lembut di sela pohon-pohon jati, dan yang paling utama: Wicangsyu.
“Ayo, mas. Minum Wicangsyu selagi hangat!” suara Kiswanto, sahabatnya, mengalihkan perhatian Raka. Di tangannya, secangkir minuman beraroma khas dihidangkan. Hangatnya uap yang mengepul dan aroma rempah yang kuat langsung menyusup ke dalam rongga hidung Raka, menimbulkan kehangatan yang ia rindukan.
Raka tersenyum. “Ini dia! Minuman kebanggaan kita, Wicangsyu,” katanya sambil menatap cangkir di hadapannya. Diminumnya perlahan, rasa hangat dan pedas dari jahe serta cengkih langsung menyentuh tenggorokan, membuat tubuhnya yang sempat kedinginan kini terasa nyaman.
Kiswanto tersenyum puas melihat ekspresi Raka yang kembali menikmati minuman khas desanya itu. “Lama tidak mencicipinya, ya?”
Raka mengangguk. “Setiap kali meminumnya, ada rasa yang tak tergantikan oleh minuman modern di kota. Ini lebih dari sekadar minuman, Kis. Rasanya, ini adalah bagian dari rumah.”
Mereka berdua duduk di bawah rindangnya pohon jati di alun-alun, mengenang masa kecil mereka yang penuh kebahagiaan. Wicangsyu adalah minuman yang telah menemani mereka sejak dulu. Sejak Pak Agus, Kepala Desa Doplang yang bijaksana, memperkenalkan minuman ini, Wicangsyu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Ia bukan hanya sekadar minuman penghangat badan, tetapi juga simbol kearifan lokal yang menggugah selera.
Kenangan Masa Lalu
Dahulu, Raka dan Kiswanto adalah anak-anak yang tak pernah lepas dari petualangan di desa mereka. Dari berlarian di tengah sawah saat musim panen padi, mencari burung-burung kecil di hutan jati, hingga bermain layang-layang di alun-alun. Saat mereka lelah, mereka selalu pulang ke kedai Pak Agus untuk meminum Wicangsyu.
“Aku masih ingat, waktu kecil kita sering merengek pada Pak Agus minta secangkir Wicangsyu gratis,” kenang Raka sambil tertawa kecil.
“Betul! Dan Pak Agus, dengan sabar selalu menyiapkan minuman itu untuk kita berdua. Katanya, ‘Anak-anak Desa Doplang harus selalu hangat dan sehat,’” jawab Kiswanto sembari tersenyum.
Wicangsyu terbuat dari campuran bahan alami yang sederhana namun kaya akan khasiat. Jahe untuk menghangatkan, serai untuk aroma, secang untuk warna merah yang khas, serta cengkih yang menambah cita rasa pedas. Pak Agus, dengan segala ketelitiannya, berhasil menciptakan racikan yang sempurna. Dari tahun ke tahun, minuman ini terus bertahan dan menjadi warisan turun-temurun yang penuh kebanggaan bagi masyarakat Doplang.
Semangat di Balik Wicangsyu
Kedai sederhana Kiswanto di alun-alun kini menjadi tempat singgah favorit para pelancong yang penasaran akan Wicangsyu. Tak jarang, orang-orang dari luar desa datang untuk sekadar mencicipi minuman tradisional ini. Kehadiran Wicangsyu membuat Desa Doplang semakin dikenal luas, dan kedai Kiswanto selalu ramai dikunjungi. Setiap hari, cangkir demi cangkir Wicangsyu disajikan dengan senyuman.
Suatu hari, saat sore menjelang, kedai Kiswanto tiba-tiba disambangi oleh rombongan turis dari kota besar yang baru pertama kali mendengar tentang Wicangsyu. Salah seorang di antara mereka, seorang wanita muda bernama Amara, tampak tertarik dengan kisah di balik minuman tersebut.
“Mas Kiswanto, apa yang membuat Wicangsyu ini begitu istimewa?” tanyanya penasaran setelah menyeruput Wicangsyu pertamanya.
Kiswanto dengan senang hati menjelaskan, “Ini bukan sekadar minuman, Mbak. Wicangsyu adalah cara kami mengingat alam yang memberi kami kehidupan. Setiap tegukan adalah hasil dari usaha keras kami, pengorbanan para petani, dan cinta akan tanah kelahiran.”
Amara tampak terharu mendengar cerita itu. Baginya, Wicangsyu bukan lagi hanya minuman, tetapi cerminan cinta pada alam dan tradisi yang langka ditemukan di kota besar.
Tradisi yang Terjaga
Seiring waktu, minuman Wicangsyu mulai dikenal di luar desa. Kisah tentang minuman ini bahkan sampai ke telinga media nasional yang kemudian datang meliput langsung ke Desa Doplang. Pak Agus, Kepala Desa yang visioner, berharap agar Wicangsyu dapat membawa dampak ekonomi yang lebih besar bagi masyarakatnya tanpa kehilangan esensinya sebagai minuman khas tradisional.
Namun, popularitas Wicangsyu juga membawa tantangan baru. Banyak orang yang mencoba meniru resep Wicangsyu untuk dijual di tempat lain. Kiswanto dan Raka, yang sangat menghargai tradisi, merasa khawatir bahwa Wicangsyu akan kehilangan keasliannya jika tersebar tanpa kendali.
Pak Agus dengan bijaksana menyatakan, “Kita tidak bisa melarang orang lain mencoba, tapi kita bisa menjaga keaslian Wicangsyu tetap di desa ini. Selama Wicangsyu dihidangkan di Doplang, rasa aslinya akan tetap terjaga.”
Raka dan Kiswanto merasa lega mendengar ucapan Pak Agus. Mereka tahu bahwa Wicangsyu tidak hanya memiliki cita rasa khas, tetapi juga semangat lokal yang tak akan bisa ditiru.
Akhir yang Manis
Pada suatu hari, Raka memutuskan untuk tidak kembali ke kota. Ia ingin membantu Kiswanto mengelola kedai Wicangsyu dan berkontribusi pada desanya. Keputusan Raka mengejutkan banyak orang, tetapi ia merasa inilah cara terbaik untuk menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendahulu mereka.
Kiswanto menyambut keputusan Raka dengan senang hati. Mereka berdua lalu memperluas kedai Wicangsyu menjadi lebih nyaman bagi para pengunjung. Bersama-sama, mereka menciptakan kedai yang tidak hanya menawarkan minuman, tetapi juga menjadi tempat berkumpul dan bercerita tentang kehidupan dan kebudayaan Desa Doplang.
“Wicangsyu ini bukan hanya milik kita, tapi juga milik semua orang yang pernah merasakan hangatnya,” kata Raka sambil memandang cangkir di tangannya. “Aku ingin semua orang yang datang ke Doplang bisa merasakan kehangatan yang sama.”
Mereka lalu memulai tradisi baru di kedai itu. Setiap malam, mereka menyalakan lampu-lampu kecil di sekitar alun-alun, menciptakan suasana hangat dan bersahabat. Di sana, Raka dan Kiswanto mengundang para pengunjung untuk berbincang sambil menyeruput Wicangsyu. Bagi mereka, ini adalah cara untuk menyambut dunia dengan kearifan lokal mereka.
Dan begitulah, kedai kecil di Alun-alun Garuda kini menjadi tempat yang dirindukan banyak orang. Setiap tegukan Wicangsyu mengingatkan mereka pada ketulusan dan kerja keras para petani, pada dedikasi Pak Agus yang berusaha memajukan desa, dan pada persahabatan yang tulus antara Raka dan Kiswanto.
Desa Doplang terus berkembang, dan Wicangsyu tetap menjadi bagian dari identitas yang tak tergantikan. Bagi Raka, Wicangsyu adalah bagian dari jiwanya. Dan bagi mereka yang pernah mencicipinya, Wicangsyu bukan sekadar minuman, tetapi kenangan hangat yang terus hidup dalam hati.
Oleh : Agus Priyanto
Kreator Cerdas AI Desa Doplang, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora