Pagi yang Cerah di Desa Harmonis

Oleh Almira Bellviana Putri
(Pelajar SMPN 3 Cepu Kabupaten Blora)

Di kaki bukit yang hijau, berdirilah sebuah desa kecil bernama Desa Harmonis. Desa ini terkenal dengan kerukunan warganya yang hidup berdampingan meski memiliki latar belakang yang berbeda. Di sana, setiap pagi selalu terasa istimewa, terutama bagi anak-anak seperti Rani, Dika, dan Komang.

Pagi itu, sinar matahari menyapu lembut pepohonan, dan burung-burung berkicau ceria di dahan. Rani, seorang anak perempuan yang ceria, melangkah keluar dari rumahnya sambil membawa keranjang kecil berisi kue putu buatan ibunya. Ia berencana membaginya kepada teman-temannya.

“Dika! Komang! Aku membawa kue putu! Kita sarapan bersama di bawah pohon beringin!” seru Rani sambil melambaikan tangan.

Tak lama, Dika, yang tinggal di seberang rumah Rani, keluar sambil membawa beberapa lemper. “Aku juga punya makanan, Rani! Ayo kita makan bersama!” katanya dengan penuh semangat.

Komang, yang tinggal di ujung jalan, muncul dengan senyum lebar. Ia membawa buah pisang dari kebunnya. “Aku punya pisang segar! Ini dari kebun Ayah!” ujarnya sambil berlari kecil menghampiri teman-temannya.

Ketiga anak itu bertemu di bawah pohon beringin yang besar, tempat favorit mereka bermain. Mereka menggelar tikar kecil dan mulai berbagi makanan.

“Aku suka lemper buatan ibumu, Dika! Rasanya enak sekali,” kata Komang sambil menggigit lemper.

“Ibuku bilang, makanan itu lebih nikmat kalau dimakan bersama teman,” jawab Dika sambil tersenyum.

Saat mereka menikmati makanan, suara Pak Hadi, kepala desa, terdengar dari pengeras suara di balai desa. “Perhatian warga Desa Harmonis, hari ini kita akan mengadakan kegiatan gotong royong di lapangan. Mari kita berkumpul setelah sarapan!”

“Wah, kita ikut, ya!” kata Rani.

Ketiganya segera membereskan tikar dan berlari ke lapangan. Di sana, sudah banyak warga yang berkumpul. Ada Pak Hasan, Pak I Made, Bu Clara, dan banyak lagi. Meski berbeda agama, suku, dan budaya, semua warga terlihat kompak.

“Anak-anak, kalian membantu menanam bunga di sekitar lapangan, ya,” kata Pak Hadi.

“Siap, Pak Hadi!” jawab mereka serempak.

Rani, Dika, dan Komang mulai menggali lubang kecil untuk menanam bibit bunga. Mereka bekerja sambil bercanda dan saling membantu. Ketika Dika kesulitan menggali tanah yang keras, Komang langsung membantunya.

“Terima kasih, Komang! Kalau kita saling bantu, pekerjaan jadi lebih mudah,” kata Dika.

“Betul! Seperti kata Ayahku, kerja sama itu kunci keharmonisan,” balas Komang sambil tersenyum.

Setelah beberapa jam, bunga-bunga mulai tertanam rapi di tepi lapangan. Warga lain pun menyelesaikan tugas mereka, seperti membersihkan parit dan memperbaiki pagar. Lapangan desa kini terlihat lebih indah dan rapi.

Ketika pekerjaan selesai, Pak Hadi berdiri di tengah lapangan dan berkata, “Warga Desa Harmonis, terima kasih atas kerja sama kalian. Hari ini kita telah membuktikan bahwa perbedaan bukan penghalang untuk hidup rukun. Desa kita menjadi contoh bahwa dengan toleransi, kita bisa mencapai banyak hal.”

Semua warga bertepuk tangan dengan riang. Anak-anak pun bersorak gembira.

Saat matahari mulai condong ke barat, Rani, Dika, dan Komang duduk di bawah pohon beringin, menikmati pemandangan lapangan yang kini penuh warna.

“Menurut kalian, apa yang membuat desa kita begitu damai?” tanya Rani sambil memandang teman-temannya.

“Karena kita saling menghormati,” jawab Dika sambil tersenyum.

“Dan karena kita selalu bekerja sama,” tambah Komang.

Rani mengangguk setuju. “Aku senang tinggal di Desa Harmonis. Di sini, semua orang seperti keluarga.”

Hari itu berakhir dengan kebahagiaan dan rasa syukur di hati setiap warga Desa Harmonis. Pagi yang cerah telah membawa semangat baru untuk terus menjaga kerukunan dan kebersamaan. Bagi Rani, Dika, dan Komang, pagi itu adalah bukti indahnya hidup berdampingan dalam harmoni.

Tamat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *