Fajar di Bulan Ramadhan

Oleh Erlangga
(Pelajar SMPN 3 Cepu Kabupaten Blora)

Di sebuah desa kecil yang damai, tinggal seorang anak bernama Rafi. Ia baru berusia 9 tahun, dan tahun ini adalah kali pertama ia mencoba menjalani puasa penuh di bulan Ramadhan. Rafi sangat antusias karena ia ingin menjadi seperti kakaknya, Farhan, yang selalu berhasil menjalankan puasa dengan penuh semangat.

Suatu pagi, suara lembut Ibu membangunkan Rafi. “Rafi, bangun, Nak. Sudah waktunya sahur,” kata Ibu sambil mengusap kepala Rafi. Rafi mengucek matanya yang masih berat, tetapi ia segera bangkit. Di meja makan, sudah terhidang nasi hangat, sayur sup, dan telur dadar kesukaannya.

“Kenapa kita makan sepagi ini, Bu?” tanya Rafi sambil menguap.

“Karena ini sahur, Nak. Kita makan agar punya energi untuk berpuasa sepanjang hari,” jawab Ibu sambil tersenyum. Ayah yang duduk di samping Rafi menambahkan, “Sahur itu berkah, Rafi. Bahkan Nabi Muhammad menganjurkan kita untuk sahur, meskipun hanya dengan seteguk air.”

Rafi mengangguk, lalu mulai menyantap makanannya. Kakaknya, Farhan, tampak ceria sambil menghabiskan sepiring nasi. “Nanti kalau berhasil puasa seharian, kita buka puasa dengan es kelapa favoritmu, Raf,” kata Farhan sambil tersenyum.

Setelah selesai sahur, Ayah mengajak Rafi shalat Subuh berjamaah di masjid. Udara pagi terasa dingin, dan bintang-bintang masih tampak di langit. Rafi merasa kagum melihat suasana masjid yang ramai meskipun hari masih gelap. “Ayah, kenapa semua orang semangat sekali saat Ramadhan?” bisik Rafi.

Ayah tersenyum dan menjawab, “Karena Ramadhan adalah bulan yang istimewa, Nak. Setiap amal baik yang kita lakukan akan dilipatgandakan pahalanya. Selain itu, bulan ini mengajarkan kita bersabar, bersyukur, dan berbagi dengan sesama.”

Rafi merasa semakin semangat menjalani hari pertamanya berpuasa. Namun, saat matahari mulai terik, ia mulai merasa lapar. Ia melihat jam dinding dan merasa waktu berbuka masih sangat lama. “Bu, perutku lapar sekali. Boleh aku minum sedikit saja?” pintanya dengan mata memelas.

Ibu tersenyum sambil mengelus kepala Rafi. “Kamu hebat, Nak. Sedikit lagi kamu akan terbiasa. Ingat, puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tapi juga melatih kesabaran. Kalau kamu bisa sabar hari ini, nanti pahala dan kebahagiaannya lebih besar.”

Mendengar itu, Rafi mencoba bertahan. Ia mengalihkan rasa laparnya dengan membaca buku cerita dan bermain bersama Farhan. Menjelang sore, Rafi membantu Ibu menyiapkan takjil untuk berbuka puasa. Ada kolak pisang, kurma, dan es kelapa yang tadi dijanjikan Farhan.

Ketika azan Maghrib berkumandang, Rafi merasa sangat bahagia. Ia berhasil menahan lapar dan haus sepanjang hari. “Alhamdulillah, aku berhasil!” serunya dengan wajah ceria. Farhan dan Ayah memberikan tepuk tangan sebagai bentuk dukungan.

“Rafi, kamu sudah membuktikan kalau kamu anak yang kuat dan sabar. Semoga hari-harimu di bulan Ramadhan semakin bermakna,” kata Ayah sambil tersenyum bangga.

Malam itu, sebelum tidur, Rafi berdoa, “Ya Allah, terima kasih sudah memberikan aku kekuatan hari ini. Semoga aku bisa terus menjalani Ramadhan dengan baik.” Ia pun tidur dengan hati penuh rasa syukur, menantikan fajar di hari berikutnya.

Tamat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *